Saturday 20 October 2007

Dimana Rasa Sayange?

Jutaan warga Indonesia bak tersambar petir ketika mendengar Malaysia menggunakan lagu "Rasa Sayange" dalam kampanye turismenya. Bagaimana tidak, lagu ini kan selama ini kita tau sebagai lagu rakyat dari Indonesia, kok bisa-bisanya Malaysia make' untuk promosikan negaranya. Satu negara gempar. Tak tanggung-tanggung, para anggota DPR di Jakarta ikut geram, dan mengusulkan pemerintah menuntut Malaysia atas "pencurian budaya". Forum-forum Indonesia rusuh, nama Malaysia pun sekarang sudah umum dipelesetkan jadi "Malingsia".

Saya bukannya tidak nasionalis, tapi sebenarnya saya heran kenapa kita begitu marah? Seolah olah ini mengancam kedaulatan negara. Lagipula, kata siapa Rasa Sayange itu lagu dari Indonesia? Lho, aku ingat pelajaran SD kan, katanya lagu rakyat dari Maluku? So you are told. Yang ngajar dan bikin kurikulumnya kan orang Indonesia, wajar aja dong kalau bilang ini lagu Indonesia. Mungkin orang Malaysia juga diajari
di sekolahnya, bahwa rasa sayange berasal dari malaysia, mirip seperti kita diajari bahwa lagu ini berasal dari Indonesia.

Sebenarnya, untuk budaya rakyat seperti ini, susah ditemukan bukti conclusive mengenai siapa penulis yang sebenarnya. Para ahli yang netral (bukan dari Indo maupun Malaysia) sekalipun angkat tangan, tidak ada yang tau kapan, dimana, atau oleh siapa lagu ini pertama kali ditulis. Atas dasar apa kita yang pengetahuannya mengenai lagu ini hanya terbatas dari pelajaran TK dan SD, mengkaim lagu ini milik Indonesia?

Memang kedua pihak mengajukan bukti-bukti kepemilikan lagu ini, tapi tidak ada yang conclusive. Misalnya, bukti pada Asian Games 1962 di Jakarta, piringan hitam yang berisi lagu ini dijadikan cinderamata bagi para peserta (Lagu "Rasa Sayange" Terbukti Milik Indonesia, Antara, 3 Okt 2007). Malaysia juga tak kalah, mengajukan saksi hidup berumur 66 tahun dari komunitas Portugis di Malaysia, yang di ajari lagu tsb secara turun-temurun ("Rasa Sayange" A Popular Song Among Melaka Portuguese Community, Bernama, 10 Okt 2007), dan seorang diplomat Barat yang dulu pernah diajari lagu ini dalam kunjungannya ke Malaysia sebagai seorang sukarelawan tahun 1971 (No Brotherly Love, The Economist, 11 Okt 2007). Kesemuanya cuma bukti bahwa lagu tersebut sejak dulu pernah digunakan di kedua negara, bukan merupakan bukti bahwa Rasa Sayange pertama kali diciptakan oleh negara manapun.

Lagi pula, apa sih ruginya kalau Malaysia memakai lagu ini? lagu rakyat kan enggak di-copyright atau dipatenkan. Apa salahnya Indonesia dan Malaysia menunjukkan "Rasa Sayang" secara harfiah, misalnya dengan cara menerima lagu ini milik bersama Negeri Nusantara (Malay world). Kalau begitu kan kedua negara bisa mengambil manfaat dari lagu ini :), tidak ada yang dirugikan.

Selama ini, hubungan Indonesia dan Malaysia sungguh bertentangan dengan judul lagu yang mereka perebutkan. Masih belum hilang dari ingatan kita, saat kedua negara saling mengirimkan kapal perang untuk memperebutkan sebuah blok minyak di wilayah Ambalat. Persengketaan ini bahkan diramaikan oleh ribuan orang Indonesia yang mendaftarkan diri untuk dikirim ke ambalat bermodalkan ilmu bela diri. Atau kasus atlet karate Indonesia yang dihajar oleh wasit Malaysia. Atau TKI-TKI Indonesia yang disiksa majikannya di Malaysia.

Padahal kedua negara punya banyak alasan untuk saling menyayangi. Kesamaan bahasa, agama, dan rumpun mayoritas penduduknya harusnya jadi perekat kedua negara. Belum lagi status kedua negara sebagai "jiran" dan sesama anggota ASEAN. Selain itu juga ada kebutuhan ekonomi kedua negara, dimana Indonesia membutuhkan lapangan kerja dan Malaysia membutuhkan tenaga kerja, dan kesamaan bahasa yang memudahkan penempatanan tenaga kerja.

Selain itu, menurut saya rasa nasionalisme kita (orang-orang Indonesia) sering tidak konsisten.
Kalau rakyat Indonesia begitu patriotik sampai-sampai nekat melawan kapal perang malaysia dengan jurus-jurus silat, alangkah baiknya kalau rasa patriotisme yang sama juga kita tunjukkan dalam membangun negara ini, misalnya dengan taat peraturan, belajar dengan tekun atau bekerja dengan sungguh-sungguh, supaya kualitas hidup di Indonesia bisa lebih baik. Kalau para politisi itu memang segitu "cinta" nya kepada Indonesia, harusnya mereka giat memerangi korupsi sebagaimana "giat"nya mereka mengecam Malaysia, dan indeks korupsi Indonesia tentu tak akan seterpuruk sekarang. Kualitas hidup yang lebih baik, atau diberantasnya korupsi tentu saja jauh lebih dibutuhkan oleh bangsa ini, daripada sekedar melarang Malaysia menyanyikan rasa sayange. Wallahu a'lam.

Terinspirasi dari artikel No Brotherly Love, di The Economist. Tulisan diatas hanya opini saya, dan mohon maaf karena disebabkan keterbatasan penulis, mungkin ada data yang kurang lengkap atau kurang akurat.

24 comments:

phy said...

Tulisan pertama bikin ente baligh. Tulisan kedua bikin ente (terlihat) lebih dewasa dari rumet ente. Sst, jangan bilang-bilang rumet ente...

dina said...

gile.. dedek
setuju sie dek
aq juga ga gtu suka ribut2 yang ini

Anonymous said...

aq kira blog kamu bakalan menjadi salah satu blog babut di ntu....
ternyata nggak...
sejak kapan kamu dewasa nil?

Hamdanil said...

@phy: hoho tumben ente muji. thanks2

@dina: memang ga boleh ribut2, apalagi sama tetangga :P

@aufar: alah kau.. freshie udah berani ngomong gitu.. kau sendiri, sejak kapan cara ngomong kau ga kayak orang lugu lagi?

Gita said...

hemm....
panas juga sih sebenernya kalo mereka ngaku2 gitu...kayak sengaja mau bakar emosi orang indo aja...

tapi kalo di kehidupan bertetangga gini kok aku g ngerasa apa2 ya ama OM...rukun2 aja tuh....

*gile si dedek tulisannya mantap euy :)

dina said...

yang ribut itu 2 kepentingan pemerintah git
bukan warga negaranya

aq pikir malah silly kalo kita ikut2 bete sama OM cman gara2 ini
mereka ndak terlibat what.sama kayak kita. dan keikutsertaan kita juga ndak bakal bikin lebih jernih. malah makin butek.

aq sendiri mikirnya kalo emang dia bisa lebih make dan bersedia ngasi credit ke kita sincerely, that's betta.

Iko said...

im agree in 1 side lah. Yang namanya menanggapi dengan esmosi itu sesuatu yang tidak baik. Apalagi dengan noraknya kita jadi benci sma OM karena alesan ini. Sile refer to al-maidah ayat 8 buat melihat betapa kita harus jadi orang yang adil dalam melihat segala sesuatunya. Moreover, malaysia itu almost all penduduknya muslim what! Konyol emang...

Cuman sih ye,, Izzah (harga diri) bangsa juga nggak bisa diabaikan begitu aja. Makanya kita gampang diinjak-injak sama negara lain (refer to kasus singapur yang minta lahan latian militer atau lebih keliatan lagi penindasan amerika/israel lewat worldbank-nya?).
Ibarat material, kalo being applied by -although only- low stress tapi secara konstan dan terus menerus akhirnya bakal fracture juga.

Intinya berdiri di tengah-tengah aja deh (2:143), karena itulah seharusnya aidentiti kita sebagai muslim (kayak jumatan aja ya) :). Anyway artikelnya bagus banget! Keep posting n ditunggu karyanye senen malem.

I'diluu huwa aqrobu littaqwaa. Bersatu yok kaum muslimin seluruh dunia! :)

Hamdanil said...

@all: kalau menurutku ketidaksetujuan kita soal Malaysia make lagu ini lebih banyak nafsu-driven dan didasari prasangka buruk, daripada didasari akal yang jernih. Yang ada di pikiran kita mungkin badan turisme malaysia begitu desperate nyari lagu buat promosi, terus iseng dengar2 lagu indonesia, ternyata ketemu rasa sayange lumayan bagus, terus dicomot. Hah!

Yang jarang kita perhatikan itu adalah bahwa tidak ada yang mengetahui oleh siapa atau dimana lagu ini diciptakan, dan fakta menunjukkan masyarakat di kedua negara sudah memakai lagu ini sejak dulu. Kalau kita memakai prasangka baik, Malaysia menggunakan lagu ini juga justifiable, sama seperti kita, soalnya memang lagu ini dinyanyikan juga di negaranya selama ini. Masa' malaysia segitu kurang kerjaannya, nyuri lagu rakyat kita hanya buat manas-manasin?

anyway, kemarahan indiscriminate kepada OM gara-gara jelas-jelas tidak bisa dibenarkan.

*@gita: thanks2 pujiannya :)
*@iko: agree itu verb (to agree), bukan adjective, hahaha ;) senin malam Insya Allah

Iko said...

ah grammar mah nomer 16 lah kalo belajar bahasa inggris, wakakakakaka... :p. Disagree lah ane, kekeke

Anonymous said...

assalamu`alaikum
huwe, ngeri ya. merasa tersaingi nih.
ntar malah blog buruk(hehe, becanda) kk ni yang duluan dibukukan daripada kumpulan nopel ki yang udah melangit banyaknya(haa,, hiperbol)

Kalau rakyat Indonesia begitu patriotik sampai-sampai nekat melawan kapal perang malaysia dengan jurus-jurus silat>> pake bambu runcing aja sekalian! biar bocor tuh kapalnya malaysia

mereka udah terlalu sering menginjak-injak kita. karna kita gak punya kekuatan sedikitpun!

letak masalahnya karna, kita orang indonesia udah dibiasain sama ham dan demokrasi yang sementara mereka gak kenal itu. makanya, mereka gak bisa menghormati orang lain. polisinya aja main gedar-gedor rumah orang sembarangan. obrak-abrik rumah orang seenak perut. padahal, gak ada salah, gak pula ada bukti, tapi tetap aja harus ngikutin sidang.
mereka telah mencoreng kebaikan budi melayu!

Hamdanil said...

@iko: wakaka
@kiki: jangan emosional begitu. mungkin karena kiki tinggal di indonesia, jd sering mendengar media atau orang-orang Indonesia yang menjelek-jelekkan malaysia, makanya jd benci malaysia begitu. terutama bagian polisinya aja main gedar-gedor rumah orang sembarangan. obrak-abrik rumah orang seenak perut. emangnya Myanmar?

mungkin ada beberapa tindakan malaysia yang patut disayangkan (misalnya ambalat) tapi kalau kita membalas dengan kekasaran juga, apa bedanya? lagipula semua orang punya salah kan? Selain itu, malaysia juga udah berjasa kepada indonesia (misalnya mau menampung TKI kita, walaupun ada yang disiksa). Indonesia dan Malaysia saling membutuhkan, dan juga saudara serumpun, seagama & sebahasa.

jadi tidak seharusnya kita benci dengan malaysia, apalagi hanya karena sepotong lagu.

*ada lagi nih yang manggil kakak, hahaha

Anonymous said...

gila si iko pake2 dalil...

aq setuju ma opini kmu ko..

phy said...

keluar juga ilmunye Ki Gundul 88...*kabur, takut kualat*

dina said...

kita marah karena ga diberi credit atas apa yang kita rasa adalah milik kita. isn't that?

malaysia tiba2 udah masuk negara yg well developed while kita masi ngos-ngosan bayar utang (?) atau masih ter-nina bobo sama 'budaya kita adalah kekayaan bangsa dan negara'. such old poem.

tiba2 si junior yang udah mature duluan ini mau ngelangkahin? jelas, defensifnya keluar. i'm not saying we're at fault also. i'm saying both are 'high'. in emotion and in ambition.

this is just not about right or wrong. cuz if u ask, everything is relativisitic. seen from where you see it. producing group-think effect. anyway, i choose not to stand in any polars.

it affects me not anyway. rather than just grumbling over it, do to prevent it. it happen karena kita abandon it what.kalo ngga, jangan nyesel kalau suatu saat gamelan adalah budaya milik amrik. dan percuma kita claim itu dulu milik kita.

only my opinion.

Hamdanil said...

@dina:aduh bahasa apa ente?

Such an anger is unnecessary and occurs because we think the tune is exclusively ours, unaware that it also belong to them. Indonesian media don't help, in their reports they don't cover both sides, and I suspect they are trying to gain advantage by hatemongering and inflaming the already-angered Indonesians.

Intinya aku tetap gak keberatan malaysia memakai lagu ini, karena
* enggak ada bukti kalau lagu itu adalah hak eksklusif kita
* gak ada ruginya bagi Indonesia, justru kita jadi tetangga yang bermanfaat

dina said...

that' the media's source of money. more controversial better :D

Anonymous said...

Waduh, pembahasan yg sulit nih...
tp kliatanny seru.
pandangan ak sih....
okelah, memang gk ada bukti sama skali itu hak milik Indonesia, tp kan gimana gitu rasany lagu yg kita tau slama ini milik Indo tiba2 diakui negara lain?

Kl misalny, ondel2 atau tari daerah atau baju daerah, yg mgkn beberapa gak ada bukti eksklusif itu hak milik kita (berhubung yg namany tradisional daerah, gk ada bukti tertulis yg menyatakan milik indo), tiba2 diakui negara lain, gimana dong??
Bisa habis budaya asli Indo...

hehehehhe

Hamdanil said...

@veeguil: menurutku lagu ini memang milik Indonesia, tapi bukan milik eksklusif. Malaysia, yang dilaporkan juga menggunakan lagu ini dari dulu, punya hak yang sama dengan Indonesia untuk memakainya. Makanya, kutulis di postingan diatas sebaiknya lagu ini diterima sebagai milik bersama.

Mengenai budaya tradisional indonesia, menurut Dirjen HAKI (RI proposes international treaty for traditional heritage, Jakarta Post, 3 Okt 2007) memang menurut hukum internasional saat ini bebas digunakan siapa saja, tapi katanya pemerintah Indonesia ingin mengajukan usulan perjanjian internasional dlm masalah ini.

Jadi secara hukum boleh saja badan turisme AS (misalnya) menggunakan angklung untuk promosi turisme ke negaranya, tapi secara moral menurutku itu tidak pantas.

Tapi beda masalahnya kalau malaysia menggunakan rasa sayange, menurutku itu pantas-pantas saja baik secara moral maupun secara hukum.

Anonymous said...

waaa... I overlooked such an interesting post... :S Well, I mostly agree, especially utk pernyataan terakhir kalo secara hukum dan moral, Malaysia doesn't make any infringement to use that song.

Sometimes, I just wondering why people simpy narrow minded and do not look a problem in a bigger picture. For example, we keep saying that Japan steal the patent of tempe.

I believe those who said so don't really understand what the patent is, what is the procedure to get a patent, and most importantly, have no idea how to make a tempe... (sadly, they claim that they want to reserve Indonesian culture)... Coz if they understand that, they will know that Japan will never be able to make a patent for Indonesian tradisional tempe....

Hamdanil said...

ah akhirnya aku menemukan orang indo yang berpendapat sama.. :) kalau menurutku orang yang marah2 ini rata2 cuma menuruti hawa nafsu, main emosi aja padahal belum paham benar permasalahannya.

apalagi media (TV, koran, dll) memperkeruh suasana, mengadu domba aja. politisi juga, banyak yg memanfaatkan ini untuk cari muka. bilang malaysia maling, ga kreatif, dsb. padahal kita juga make lagu itu selama ini, ga ada tuh orang malaysia yang bilang kita malingdonesia? media yang baik juga harus cover both sides, tapi jarang tu ada yang meliput/menampilkan pembelaan dari malaysia dengan sepantasnya.

aku setuju, kita harus liat big picturenya

ini ada artikel lain yang bagus, judulnya "We’ve lost that loving feeling". dari penulis malaysia tapi indian bukan malay.

Mr. Bingung said...

Umm, pake bahasa apa yah ??? pake Bahasa Inggris, biar lebih selesa dibaca ama orang Malaysia :D huahahaha.

As an Indonesian (with Riau Sumatran Malay-ethnical root) living in Johor Bahru, Malaysia and spending my highschool year in Pekanbaru. I would like to recall most Indonesian action in society level were mostly controlled by our nation UN-CONTROLLABLE Press Power.

Well, this condition also doesnt make Malaysia look good either. They govt-controlled press media also worsen this problem. In certain case, it is just really bad.

Aq juga pribadi sadar hal ini, justru setelah pulang liburan ke Indonesia. Aq bertanya ada apa gerangan, ribut2 sekarang ini. Kenapa tiba2 memuncak?? VOILA,, rupanya kesalahan ada pada sistem pers kita.

hahaha, lucu ya ... Aq tinggal di dua2 negara, aq baca media dua2 negara ... Aq jelas paham situasi dua2 negara.

Apa2 hal yang terjadi belakangan ini bagi aq lucu dan kekanak-kanakan aja bagi Indonesia (dan "sayangnya" juga) Malaysia.

Dibodoh-bodohin pers, kok mau??? Saya justru damai, ketika saya di negeri Jiran,, saya lebih cenderung membuka website berita2 dari Riau, Medan (atau mana2 Sumatra) ... Karena di sana keliatannya lebih damai dalam memberitakaan masalah ini :D. Semakin, aq merasa masalah Indonesia - Malaysia kemarin, lebih tepatnya disebut sebagai masalah "pribadi" orang JAWA INDONESIA vs masalah Malaysia. Aq pribadi gak mau ambil pusing ... hahaha ...

Indonesia bukan hanya Jawa saja, bukan ?? Ketika kawan2 saya di Jawa, menjadi sangat OVER-REAKTIF, haruskah saya??? Padahal, saya mengerti kasus ini dilihat dari sudut pandang Indonesia dan juga Malaysia..

Anonymous said...

Yes exactly, in some moments I can say that I approve of with you, but you may be making allowance for other options.
to the article there is still a without question as you did in the fall efflux of this demand www.google.com/ie?as_q=photowatermark professional 7.0.5.0 ?
I noticed the utter you procure not used. Or you use the black methods of promotion of the resource. I take a week and do necheg

Usman Awais said...

Architectural consultants in Dubai
Architecture firms in Dubai

xbdesings said...

Best Arabic Sweets in Dubai
Arabic Sweets in Dubai
Dubai Sweets

 
© Hamdanil Rasyid. Except where stated otherwise, all rights in the texts of this blog are owned by Hamdanil Rasyid, and
all posted images are licensed under a Creative Commons Attribution-Share Alike 3.0.